Alunan saluang dari seruas bambu itu begitu mendayu seolah menggugah rindu perantau pada kampung halamannya di ranah minang. Padahal alat musik itu sangat sederhana, hanya seruas bambu dengan tiga, empat dan enam lubang nada. Pernafasan peniupnya melalui hidung tanpa terputus-putus.
Namun di tangan seniman yang ahli ditambah dengan sedikit mantra dan jampi-jampi akan menggugah hati yang mendengarnya, terlebih bila ditujukan pada anak muda yang dimabuk asmara.
Pada salah satu film yang berjudul “Seluang,Kasih Tak Sampai”, menceritakan bagaimana perjuangan sepasang kekasih untuk merajut hubungannya. Akan tetapi terhalang oleh pihak ketiga yaitu orang tua mereka, sehingga mereka harus berhubungan secara diam- diam. Hubungan mereka tidak direstui karena pekerjaan si lelaki hanyalah sebagai pedendang seluang, yang berpenghasilan sedikit.Sehingga pada akhirnya pria tersebut merantau untuk mendapatkan penghasilan yang layak, sehingga dapat menikahi kekasihnya tersebut.
Nama Saluang diambil dari nama seruling panjang yang acapkali menjadi satu-satunya alat pengiring yang digunakan pada seni pertunjukan ini. Bentuk kesenian ini (yang kadang-kadang disebut juga Saluang jo Dendang-saluang disertai nyayian) sangat populer didaerah darek dan dikalangan orang-orang darek di perantauan. Kesenian ini selain ditampilkan pada acara perayaan kampung dan acara keluarga, juga sering ditampilkan pada sejenis acara pengumpulan dana malam bagurau.
Jumat, 15 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar