Kamis, 14 Januari 2010

Suku Asmat dan Kehidupannya

Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di teluk flamingo, dewa tersebut dinamakan fumeripits. Ketika ia berjalan dari hulu sungai ke arah laut, ia di serang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya tenggelam. Dalam perkelahian sengit yang terjadi, ia dapat membunuh si buaya, tetapi ia sendiri luka parah. Ia terbawa arus yang mendamparkannya di tepi sungai Asewesty, yang sekarang menjadi desa syuru. Untung ada seekor burung flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh kembali.

Kemudian ia membangun rumah yew, mengukir dua patung kayu yang sangat indah, serta membuat sebuah genderang em yang sangat kuat bunyinya. Setelah itu ia menari terus-menerus tanpa henti. Kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup kepada kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu bergerak dan menari. Mereka kemudian menjadi pasangan manusia yang pertama, yaitu nenek moyang orang asmat.

Dalam keluarga inti orang asmat bersifat monogami (pernikahan satu pasangan, satu suami dan satu istri) tapi kadang-kadang bersifat poligini (satu suami dengan dua atau lebih istri).Lebih dari 25% perkawinan-perkawinan dalam masyarakat asmat bersifat poligini. Perkawinan poligini ini hampir separuhnya adalah perkawinan yang perse tsyem (perkawinan yang diatur).

Suku Asmat menganut sistem animisme yaitu kepercayaan terhadap roh-roh yang mendiami sekalian benda (pohon, batu dan sebagainya). Walaupun pada saat ini agama kristen telah masuk ke papua dan animisme sudah banyak ditinggalkan pengikut-pengikutnya, kegiatan yang berhubungan dengan animisme masih dilakukan. Hal ini terlihat pada kehidupan suku Asmat yang masih melakukan pembuatan patung-patung leluhur mereka dalam kehidupan adat istiadatnya guna menghormati nenek moyangnya.

Orang Asmat percaya bahwa arwah leluhurnya hidup bersama diantara mereka. Arwah-arwah tersebut mempengaruhi segala kehidupan mereka dengan demikian kuatnya. Sehingga mereka percaya bila ada malapetaka atau bencana, penyebabnya adalah arwah nenek moyang atau leluhur yang merasa tidak dihormati. Untuk menghormati arwah leluhur Asmat, maka dibuatlah upacara-upacara penghormatan dan pemujaan arwah leluhur mereka. Upacara ini disertai dengan pembuatan patung-patung yang merupakan gambaran para leluhur Asmat. Dari sinilah lambat laun kepercayaan ini menjadi tradisi suku Asmat dalam mengukir dan memahat patung kayu.

Kesenian suku asmat adalah yang khas dari satu pengalaman dan lingkungan hidup sehari-hari sebagai pola ukiran mereka, seperti pohon, perahu, binatang dan orang berperahu,orang berburu dan lain-lain. Mengukir adalah sebuah tradisi kehidupan dan ritual yang terkait erat dengan spiritualitas hidup dan penghormatan terhadap nenek moyang. Ketika Suku Asmat mengukir, mereka tidak sekedar membuat pola dalam kayu tetapi mengalirkan sebuah spiritualitas hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar